Hari ini kami menjalani Try Out ke- V di sela – sela ujian praktek. Kami sudah menjalani ujian praktek setengahnya, namun dipotong dulu dua hari untuk Try Out ke- V. Jadi, ujian praktek akan dilanjutkan minggu depan.
Aku jadi agak kecewa karena aku ditempatkan di ruangan yang berbeda dari Chira, Catherine, dan Lala. Mereka malah sekelas dengan Renata, sementara aku satu ruangan dengan Safika. Duhh, kesal sekali jadinya. Pasalnya, aku agak khawatir Renata akan menggantikan posisiku di C2VL selama dua hari ini, atau malah seterusnya, Tapi mau diapakan lagi, aku tidak bisa berbuat apa - apa sebab nomor ujianku memang bertempat disini, ruangan Try Out sekaligus ujian, kelas 4a.
Kali ini kami murid 6D, hanya berjumlah enam orang, sebab keduapuluh satu anak lainnya bertempat di ruangan sebelumnya. Jadi, kami dicampur dengan sebagian murid 6E. Tidak begitu buruk kurasa, sebab kami semua berteman baik.
Try Out berjalan hening awalnya, diawasi oleh dua orang guru, yaitu Bu Patrice dan Bu Theresa. Namun, lama kelamaaan malah mereka yang mengobrol, sehingga suasana di kelas jadi agak santai. Akhirnya kamipun juga mengobrol, walaupun tidak keras – keras, hanya dengan cara berbisik dan dengan bahasa isyarat. Memang sih, kadang suara kami jadi agak keras, tapi kami cukup bisa mengontrol diri.
Safika yang sering mengikuti pelatihan otak, melakukan berbagai trik tangan yang sulit, harus dikendalikan otak kanan dan otak kiri, bagitu katanya agar keduanya seimbang. Aku, Wandi, Cherry, Deta, Rena, dan Fifi yang duduknya berdekatan mengikuti gerakan yang diajarkan Safika. Asyik sekali, sering kami tertawa tawa dan mengobrol riang. Tidak ada salahnya aku baik pada Safika kali ini, karna tak setiap saat kami harus bermusuhan.
“Nah, coba kalian satukan jari telunjuk kalian di tengah, seperti ini nih, terus ayunkan jari yang sebelah kiri ke arah belakang, sementara yang jari sebelah kanan kedepan.”, komando Safika. “Ya, lalu pertahankan putaran yang stabil dan kedua jari harus bersentuhan dalam setiap putaran tepat di tengah.”. Ia menjelaskan sambil memperagakan gerakan yang ia maksud. Kami berusaha mengikuti tapi sering gagal dan akhirnya tangan kami hanya berputar putar tidak keruan.
“Gimana sih, aku tidak mengerti”, Wandi garuk – garuk kepala.
“Kayak gini ya ?”, tanya Cherry sambil mempertahankan putaran tangannya di udara.
“Aduh, bukan begitu Cher, tapi putar berlawanan. “, ujar Safika.
“Ada trik lainnya gak Saf ?”, tanyaku sambil menggoyang – goyangkan jariku yang pegal.
“Banyak, kok.”, jawab Safika semangat. “Sini deh kuajari lagi. Sekarang tangan kalian yang sebelah kiri harus berputar membentuk lingkaran, sementara yang kanan bergerak membuat kotak di udara. Terus begitu dan tidak boleh berhenti ya, harus cepat dan sama kecepatannya.”
Kami semua mencoba. Aku suka sekali suasana yang bersahabat seperti ini, sehingga walaupun gagal, aku jadi lebih bersemangat untuk mencoba lagi.
“Yes, aku bisa Saf ! Seperti ini kan ?”, ujar Rena.
Safika menganggguk, “Ya betul ! Nah, tuh Fifi dan Viana juga sudah bisa !”
Aku juga mengangguk gembira. Lalu, kami diajarkan berbagai permainan lain, seperti “Menggosok Memukul”, lalu “Selip Kelingking” dan membengkokan ujung jari.
Agaknya para pengawas sudah sadar akan keributan kami. Maka kami disuruh diam dan duduk dengan baik. Kami melaksanakannya, dan ketika Bu Patrice dan Bu Theresa lengah, kami mulai bisik – bisik. Tapi Cherry, Deta, Fifi, dan Rena sudah tidak ikutan. Sekarang hanya tinggal aku, Wandi, dan Safika. Safika yang memulai pembicaraan.
“Biar kutebak, tadi Lala marah karena cemburu dengan kedekatan C2VL dan Renata kan ?”, ujar Safika.
Aku terkesiap. “Lho, kok kamu tau sih Saf ? Memangnya Lala cerita ?”
“Tidak kok”, sahut Safika. “Aku juga tidak tahu, sejak ikut pelatihan di Hotel La Glamour dua minggu lalu, aku jadi bisa tahu rahasia orang lain. Bahkan aku bisa tahu apa yang sedang kalian pikirkan, tak tahu juga kenapa.”
Wandi tercengang mendengar pengakuannya. “Kok bisa ? Hebat dong ! Coba, kau tahu tidak, aku suka dengan siapa ?”
Safika diam sejenak, lalu ia memandang berkeliling dan menjawab. “Terlalu sulit menebak hal tersebut, karna Wandi menyukai banyak orang. Tapi salah satunya adalah Giselle 6E.”
Aku langsung cekikikan dan menendang bangku Wandi. “Dasar playboy cap kampung kau .”
“Hehehe”, Wandi tertawa malu – malu.
“Aku juga bisa mengetahui, Viana suka siapa.”, kata Safika.”Tapi, belum kucoba sih”
“Tidak ada kok, hahaha”, sambarku cepat. Aku tidak ingin dia menyebut sembarangan nama orang lain, karna bisa – bisa menjadi gosip. Ih, kalau dia nebaknya salah, terus orangnya itu ancur, gawat kan ?
“Aku juga tahu”, ujar Wandi sok misterius. “Yang disukai Viana itu … seorang cowok … murid 6B … yang akan menjadi cowoknya, prikitiew”. Aku tahu siapa yang dia maksud, Steven 6B, dia dulu sahabatku pas kelas 4, tapi banyak gossip yang beredar bahwa Steven menyukaiku dan sejak itu pula hubungan kami jadi agak renggang sebab setiap kami mengobrol dikit saja pasti akan di ‘cie cie’in. Lagipula, kami sudah tidak sekelas.
“Diam kau, itu tidak benar tahu. Aku tidak menyukainya, tapi kan terserah kalau dia menyukaiku. Memang aku berhak melarang ?”, balasku sewot. “Sudah Saf, kita tidak usah pedulikan peramal amatir ini, oke ? Lanjutin yuk.”
Kami tertawa dan langsung mulai ngobrol lagi.
“Nah Vi, pasti pas kelas 6 ini, kamu sempat sering kejar – kejaran dan bercanda akrab dengan seorang anak cowok, murid kelas 5, kelas C kalau ga salah. Btul gak ?”, tanya Safika.
“Benar sekali. Hahaha”, jawabku. Cowok yang dia maksud itu adalah Rey, sahabat cowokku yang merupakan murid kelas 5. Aku sering sms-an dan terkadang aku suka minta bluetooth lagu darinya bila bertemu.
“Trus, cowok itu tuh disukain sama banyak cewe, teman – temannya. Salah satunya bernama Jane.”
Aku terkejut. ”Keren ! Padahal kan kamu tidak kenal dengan temanku itu Saf, kok kamu bisa tahu tentang rahasianya sih ? Sampai cewek yang menyukainya pula !”
Safika tersenyum, “Makanya itu, aku juga bingung.”
Obrolan kami berlangsung seru. Safika betul – betul hebat. Dia bisa mengetahui pikiran orang lain, bahkan dia tahu bahwa aku dan Renata masih suka telponan setiap sore. Padahal kami tidak pernah bercerita pada siapapun. Yah, walaupun begitu, aku belum percaya 100% bahwa Safika bisa membaca pikiran orang lain. Tapi kuhargai dia, sebab topik tentang kemampuannya itu membuat obrolan kami jadi makin seru.
Kemampuan Safika ini menarik, namun satu hal yang kukhawatirkan. Bagaimana kalau dia mengetahui rahasiaku ? Matilah aku.
Sabtu, 08 Mei 2010
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar